Tinggi badan seorang anak bukan hanya dipengaruhi oleh faktor genetik dan gizinya saja, tapi juga cepat lambatnya ia memasuki usia pubertas. Hal tersebut bisa menjelaskan mengapa anak perempuan terlihat lebih tinggi di usia sekolah dasar, tapi di usia remaja anak laki-laki bisa lebih jangkung lagi.
Anak perempuan memang memasuki usia puber lebih awal, yakni di usia 8-13 tahun, sementara anak laki-laki baru mengalami puber di usia 9-14 tahun.
Masa pubertas pada anak perempuan ditandai dengan pertumbuhan payudara. Biasanya 2,5 tahun kemudian ia akan haid.
"Tapi 2 tahun setelah haid pertumbuhannya terhenti. Jadi bisa dibayangkan kalau di usia 10 tahun ia sudah haid maka di usia 12 tahun ia sudah tidak tumbuh lagi," kata Dr.Aman Pulungan Sp.A (K), ahli endokrinologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam acara diskusi media di Jakarta.
Aman menjelaskan, selama masa puber seorang anak akan mengalami pertumbuhan yang pesat (growth spurt) sehingga tinggi badannya juga ikut bertambah. Saat pubertas, tinggi badan anak bisa bertambah maksimal sampai 23 cm.
Selain itu, di usia ini anak juga akan mengalami perubahan penampilan fisik yang memperjelas perbedaan gendernya.
Berbeda dengan anak perempuan, anak laki-laki justru baru mengalami percepatan tinggi badan di akhir masa pubertasnya. Ini sebabnya, meski di usia sekolah dasar anak perempuan dan laki-laki akan sama tingginya, namun setelah masuk usia remaja anak laki-laki akan lebih tinggi.
Meski begitu, menurut Aman, banyak juga orangtua yang "kecolongan" sehingga tidak mengetahui kapan anak laki-lakinya mengalami pubertas. "Tahu-tahu di usia 14 tahun tidak tambah tinggi lagi, padahal mau masuk ke AKMIL," katanya.
Ia menambahkan, kuota pertumbuhan anak akan banyak berkurang setelah selesainya masa pubertas. Karena itu ia menyarankan orangtua untuk memperhatikan kapan anak mulai memasuki usia pubertas.
"Orangtua harus mengajak bicara anak sehingga tahu apakah anak sudah mengalami tanda-tanda puber. Di situ bisa diukur apakah tinggi badan anak sudah sesuai dengan kurva pertumbuhannya. Kalau kurang, masih bisa diterapi hormonal," ujarnya.
Terapi hormonal yang dilakukan setelah anak melewati masa pubertas, menurut Aman, tak akan banyak mmebantu. "Biar dikasih banyak hormon tapi kalau kuota pertumbuhannya sudah tidak ada ya percuma. Kan, nggak mungkin tulangnya direnggangkan lagi," katanya. (kompashealth)
BACA JUGA :
No comments:
Post a Comment